Suatu ketika ada seseorang pemuda yang mempunyai sebuah tunas pohon
mawar.Dia ingin sekali menanam tunas itu di kawasan belakang rumahnya. Peralatan menanam tanah serta pot untuk pohon mawar tumbuh berkembang dengan segera disiapkan.Di pilihnya pot yang terbaik, dan diletakkan pot bunga itu di sudut yang cukup mendapat sinaran matahari. Dia berharap tunasnya ini dapat tumbuh dengan sempurna.
Disiraminya tunas pohon mawar itu setiap hari. Dengan tekun dijaganya pohon itu.Tidak lupa jika ada rumput yang menganggu, segera dibuangnya agar terhindar dari kekurangan makanan. Beberapa waktu kemudian, mulailah kelihatan putik bunga itu.Kelopaknya tampak mulai merekah, walau warnanya belum terlihat sempurna.
Pemuda ini merasa gembira, kerja kerasnya selama ini mulai membuahkan hasil.Diselidikinya bunga itu dengan hati-hati. Dia kelihatan heran, sebab tumbuh pula duri-duri kecil yang menutupi tangkai-tangkainya. Dia menyesali akan mengapa duri-duri tajam itu muncul bersamaan dengan merekahnya bunga yang indah ini.Tentuduri- duri itu akan menganggu keindahan mawar-mawar miliknya.
Pemuda itu mula berkata dalam hati, "Mengapa dari bunga seindah ini, terdapat banyak sekali duri yang tajam? Tentu ianya ini akan menyukarkanku untuk menjaganya nanti. Setiap kali ku rapikan, selalu saja tanganku terluka.Selalu saja ada bagian dari kulitku yang terguris. Ah....pekerjaan ini hanya membuatku sakit. Aku tidak akan membiarkan tanganku berdarah karena duri-duri penganggu ini."
Lama kelamaan pemuda ini tampak enggan untuk memperhatikan mawar miliknya.Dia mulai tidak ambil perduli. Pohon Mawarnya tidak pernah disirami lagi setiap pagi dan petang. Dibiarkannya rumput-rumput yang menganggu pertumbuhan mawar itu. Kelopaknya yang dahulu mulai merekah, kini kelihatan tidak bersemi. Daun-daun yang tumbuh di setiap tangkai pun mulai jatuh satu-persatu. Akhirnya, sebelum berkembang dengan sempurna, bunga itu pun berguguran dan layu.
Jiwa manusia adalah juga seperti mawar tadi. Di dalam setiap jiwa selalu ada 'mawar' yang tertanam. Tuhan yang menitipkannya kepada kita untuk dirawat.Tuhanlah yang meletakkan kemuliaan itu di setiap kalbu kita. Seperti taman-taman berbunga, sesungguhnya di dalam jiwa kita, juga ada tunas mawar dan duri yang akan merekah.
Namun sayang,banyak dari kita yang hanya melihat "duri" yang tumbuh. Banyak dari kita yang hanya melihat sisi buruk kita yang akan berkembang. Kita sering menolak kedudukan kita sendiri. Kita sering kecewa dengan diri kita dan tidak mau menerimanya. Kita berfikir bahwa hanya perkara-perkara yang melukai yang akan tumbuh dari kita. Kita menolak untuk "menyirami" perkara-perkara baik yang sebenarnya telah ada. Dan akhirnya, kita kembali kecewa, kita tidak pernah memahami potensi yang kita miliki.
Banyak orang yang tidak menyangka, mereka juga sebenarnya memiliki mawar yang indah di dalam jiwa. Banyak orang yang tidak menyadari, adanya mawar itu. Kita sering disibukkan dengan duri-duri kelemahan diri dan onak-onak kepesimisan dalam hati ini. Orang lainlah yang kadang harus menunjukkannya.
Jika kita dapat menemukan "mawar-mawar" indah yang tumbuh dalam jiwa
itu,kita akan dapat mengabaikan duri-duri yang muncul. Kita akan terpacu untuk membuatnya merekah, dan terus merekah hingga berpuluh-puluh tunas baru akan muncul. Pada setiap tunas itu, akan berbuah tunas-tunas kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, yang akan memenuhi taman-taman jiwa kita. Kenikmatan yang terindah adalah saat kita berhasil untuk menunjukkan diri kita tentang mawar-mawar itu, dan mengabaikan duri-duri yang muncul.
Semerbak harumnya akan menghiasi hari-hari kita. Aroma keindahan yang
ditawarkannya, adalah seperti ketenangan air telaga yang menenangkan
kerumitan hati. Mari kita temukan "mawar-mawar" ketenangan, kebahagiaan, kedamaian itu dalam jiwa-jiwa kita. Mungkin kita juga akan berjumpa dengan onak dan duri, tetapi janganlah karenanya membuat kita berputus asa. Mungkin tangan- tangan kita akan terguris dan terluka, tetapi janganlah itu membuat kita bersedih nestapa.
Biarkan mawar-mawar indah itu merekah dalam hatimu. Biarkan kelopaknya memancarkan cahaya kemuliaanNya. Biarkan tangkai-tangkainya memegang teguh harapan dan impianmu. Biarkan putik-putik yang dikandungnya menjadi benih kebahagiaan baru bagimu. Sebarkan tunas-tunas itu kepada setiap orang yang kita temui, dan biarkan mereka juga menemukan keindahan mawar-mawar lain dalam jiwa mereka. Sampaikan salam-salam itu, agar kita dapat menuai bibit-bibit mawar cinta itu kepada setiap orang, dan menumbuh - kembangkannya di dalam taman-taman hati kita...karena_Nya saja.
Dulu, hidup seorang lelaki ahli ibadah yang selalu tekun beribadah ke masjid. Suatu hari, lelaki yang shaleh itu berkenalan dengan seorang wanita cantik. Selang beberapa lama kemudian, lelaki shaleh itu pun jatuh hati kepadanya. Karena begitu mendalam rasa cintanya, lelaki itu menuut saja ketika si wanita mengajukan syarat untuk memilih antara tiga perkara.
- Minum Arak
- Berzina
- Membunuh Bayi
Mengira minum arak dosanya lebih kecil daripada dua pilihan lain yang diajukan wanita pujaan itu, maka lelaki shaleh itu memilih minum arak saja.
Tetapi apa yang terjadi?
Dengan meminum arak yang memabukkan itu, malah membuatnya melanggar dua kejahatan yang lain. Dalam keadaan mabuk dan lupa diri, lelaki itu menzinai wanita cantik itu dan membunuh bayi disisinya.
Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi Wasallam adalah
sosok suami yang paling mesra terhadap istri-istrinya. Ada beberapa
tips untuk menjaga kemesraan yang aku coba kompilasi dari hadits-hadits
dan riwayat yang menceritakan ke’romantis’an beliau, Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi Wasallam.
MENDAHULUKAN ISTRI
Istilah yang cukup akrab di telinga kita,
yang katanya orang-orang modern ini “Ladies First”
ternyata sudah dilakukan Rasulullah sejak berabad-abad yang lalu,
di saat kebudayaan lain di dunia menganggap wanita lebih rendah,
bahkan diragukan statusnya sebagai “manusia”.
Dari Anas, dia berkata, “Kemudian kami pergi menuju Madinah (dari
Khaibar). Aku lihat Nabi shallalaahu ‘Alaihi Wasallam menyediakan tempat
duduk yang empuk dari kain di belakang beliau untuk Shafiyyah. Kemudian
beliau duduk di samping untanya sambil menegakkan lutut beliau dan
Shafiyyah meletakkan kakinya di atas lutut beliau sehingga dia bisa
menaiki unta tersebut.” (HR. Bukhary)
MENCIUM ISTRI KETIKA PERGI DAN DATANG
Sungguh hal yang romantis dan bisa menimbulkan rasa kasih sayang jika
kita bisa membiasakan mencium istri atau suami ketika hendak bepergian
atau baru pulang.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi
shallalaahu ‘Alaihi Wasallam biasa mencium istrinya setelah wudhu,
kemudian beliau shalat dan tidak mengulangi wudhunya.”(HR. Abdurrazaq)
MAKAN-MINUM SEPIRING /SEGELAS BERDUA
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya dahulu biasa makan
his (sejenis bubur) bersama Nabi shallalaahu ‘Alaihi Wasallam“ (HR.
Bukhary-Adabul Mufrod)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia
berkata, “Aku biasa minum dari gelas yang sama ketika haidh, lalu Nabi
shallalaahu ‘Alaihi Wasallam mengambil gelas tersebut dan meletakkan
mulutnya di tempat aku meletakkan mulut, lalu beliau minum. (HR.
Abdurrozaq, Said ibn Manshur, dan riwayat lain yang senada dari Muslim)
Nabi shallalaahu ‘Alaihi Wasallam pernah minum di gelas yang digunakan
Aisyah. Beliau juga pernah makan daging yang pernah digigit Aisyah. (HR.
Muslim)
Bahkan keberkahannya dijamin. Diriwayatkan Abu
Hurayrah, “Makanan berdua cukup untuk tiga orang, makanan tiga orang
cukup untuk empat orang”. (HR Bukhary (5392) dan Muslim (2058))
SUAMI MENYUAPI ISTRI
Dari Sa’ad bin Abi Waqosh radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah
shallalaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Dan sesungguhnya jika engkau
memberikan nafkah, maka hal itu adalah sedekah, hingga suapan nasi yang
engkau suapkan ke dalam mulut istrimu“. (HR. Bukhary (VI/293) dan Muslim
(V/71))
LEMAH LEMBUT, MEMANJAKAN ISTRI YANG SAKIT
Diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallalaahu ‘Alaihi
Wasallam adalah orang yang penyayang lagi lembut. Beliau orang yang
paling lembut dan banyak menemani istrinya yang sedang mengadu atau
sakit. (HR. Bukhary (4750), Muslim (2770))
BERSENDA GURAU DAN MEMBANGUN KEMESRAAN
Aisyah dan Saudah pernah saling melumuri muka dengan makanan. Nabi
shallalaahu ‘Alaihi Wasallam tertawa melihat mereka. (HR. Nasa’i)
Dari Zaid ibn Tsabit berkata tentang Rasulullah: suka bercanda dengan istrinya. (HR. Bukhary)
MENYAYANGI ISTRI DAN MELAYANI DENGAN BAIK
Dari Abu Hurayrah, dia berkata, “Rasulullah bersabda, “Orang mukmin
yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan orang
yang paling baik diantara kalian ialah yang paling baik terhadap
istrinya.” (HR.Tirmidzy, Ibnu Hibban)
MEMBERI HADIAH
Dari
Ummu Kultsum binti Abu Salamah, ia berkata, “Ketika Nabi shallalaahu
‘Alaihi Wasallam menikah dengan Ummu Salamah, beliau bersabda kepadanya,
“Sesungguhnya aku pernah hendak memberi hadiah kepada Raja Najasyi
sebuah pakaian berenda dan beberapa botol minyak kasturi, namun aku
mengetahui ternyata Raja Najasyi telah meninggal dunia dan aku mengira
hadiah itu akan dikembalikan. Jika hadiah itu memang dikembalikan
kepadaku, aku akan memberikannya kepadamu.” Ia (Ummu Kultsum) berkata,
“Ternyata keadaan Raja Najasyi seperti yang disabdakan Rasulullah
shallalaahu ‘Alaihi Wasallam, dan hadiah tersebut dikembalikan kepada
beliau, lalu beliau memberikan kepada masing-masing istrinya satu botol
minyak kasturi, sedang sisa minyak kasturi dan pakaian tersebut beliau
berikan kepada Ummu Salamah.” (HR. Ahmad)
TETAP ROMANTIS WALAU ISTRI SEDANG HAID
Haid, adalah sesuatu yang alamiah bagi wanita. Berbeda dengan pandangan
kaum Yahudi, yang menganggap wanita haid adalah najis besar dan tidak
boleh didekati. Ketika Aisyah sedang haid, Nabi shallalaahu ‘Alaihi
Wasallam pernah membangunkannya, beliau lalu tidur di pangkuannya dan
membaca al-Qur’an. (HR. Bukhary 7945)
MENGAJAK ISTRI MAKAN DI LUAR
Mungkin kebanyakan kita, lebih suka pergi bersama teman-teman,
meninggalkan istri di rumah. Anas mengatakan bahwa tetangga Rasulullah
shallalaahu ‘Alaihi Wasallam-seorang Persia-pintar sekali membuat
masakan gulai. Pada suatu hari dia membuatkan masakan gulai yang enak
untuk Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi Wasallam. Lalu dia datang menemui
beliau shallalaahu ‘Alaihi Wasallam untuk mengundangnya makan. Beliau
bertanya, “Bagaimana dengan ini? (maksudnya Aisyah).” Orang itu
menjawab, “Tidak.” Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi Wasallam berkata,
“(Kalau begitu) aku juga tidak mau.” Orang itu kembali mengundang
Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi Wasallam. Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi
Wasallam bertanya: “Bagaimana dengan ini?” Orang itu menjawab: “Tidak.”
Rasulullah kembali berkata: “Kalau begitu, aku juga tidak mau.”
Kemudian, orang itu kembali mengundang Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi
Wasallam, dan Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi Wasallam kembali bertanya,
“Bagaimana dengan ini?” Pada yang ketiga kalinya ini orang Persia itu
mengatakan, “Ya.” Akhirnya mereka bangun dan segera berangkat ke rumah
laki-laki itu.” (HR. Muslim)
MENGAJAK ISTRI JIKA HENDAK KE LUAR KOTA
Biasanya para suami, kalau ada tugas ke luar kota, hal-hal seperti ini
dijadikan kesempatan. Tapi tak ada salahnya kalau rejeki kita cukup,
kita ajak istri kita pergi juga, tinggal bilang sama bos (syukur-syukur
kalau bos mau bayarin hehehe..), kalau aku, biasanya ya biaya sendiri...
Aisyah berkata, “Biasanya Nabi shallalaahu ‘Alaihi Wasallam apabila
ingin melakukan suatu perjalanan, beliau melakukan undian di antara para
istri. Barangsiapa yang keluar nama atau nomor undiannya, maka dialah
yang ikut pergi bersama Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi Wasallam.” (HR.
Bukhary, Muslim)
MENGHIBUR DIRI BERSAMA ISTRI KE LUAR KOTA (ENTERTAINMENT)
Dari Aisyah, dia berkata, “Pada suatu hari raya orang-orang berkulit
hitam mempertontonkan permainan perisai dan lembing. Aku tidak ingat
apakah aku yang meminta atau Nabi shallalaahu ‘Alaihi Wasallam sendiri
yang berkata padaku, ‘Apakah engkau ingin melihatnya?’ Aku jawab, ‘Ya.’
Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya. Pipiku menempel ke pipi
beliau. Beliau berkata: ‘Teruskan main kalian, wahai Bani Arfidah
(julukan orang-orang Habsyah)!’ Hingga ketika aku sudah merasa bosan
beliau bertanya, ‘Apakah kamu sudah puas?’ Aku jawab, ‘Ya.’ Beliau
berkata, ‘Kalau begitu, pergilah!’” (HR. Bukhary, Muslim)
MENCIUM ISTRI SESERING MUNGKIN
Mencium istri dengan penuh kasih sayang, sangatlah mulia dan romantis.
Berbeda dengan ciuman yang dilakukan karena nafsu seperti di film-film
kebanyakan. Nabi shallalaahu ‘Alaihi Wasallam sering mencium Aisyah dan
itu tidak membatalkan puasa. (HR. Nasa’i-Sunan Kubra II/204)
SUAMI MENGANTAR ISTRI
Kadang banyak dari kita malas mengantar istri kita bepergian. Aku tidak
bisa membayangkan bagaimana jika istriku keluar rumah sendirian, ada
masalah di jalan, dia kebingungan.
Shafiyyah, istri Nabi
shallalaahu ‘Alaihi Wasallam, menceritakan bahwa dia datang mengunjungi
Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi Wasallam ketika beliau sedang melakukan
i’tikaf pada hari sepuluh yang terakhir dari bulan Ramadhan. Dia
berbicara dekat beliau beberapa saat, kemudian berdiri untuk kembali.
Nabi shallalaahu ‘Alaihi Wasallam juga ikut berdiri untuk
mengantarkannya.” (Dalam satu riwayat dikatakan, “Nabi shallalaahu
‘Alaihi Wasallam berada di masjid. Di samping beliau ada para istri
beliau. Kemudian mereka pergi (pulang). Lantas Nabi shallalaahu ‘Alaihi
Wasallam berkata kepada Shafiyyah binti Huyay, ‘Jangan terburu-buru,
agar aku dapat pulang bersamamu’” (HR. Bukhary, Muslim)
SUAMI-ISTRI BERJALAN DI MALAM HARI
Wow, so sweet.. jalan berdua menikmati keindahan alam.
Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi Wasallam datang pada malam hari,
kemudian mengajak aisyah berjalan-jalan dan berbincang-bincang. (HR.
Muslim 2445)
PANGGILAN KHUSUS PADA ISTRI
Kadang kita
memanggil istri kita, honey, yayank, dan seterusnya, dan seterusnya..
seperti itu pun Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi Wasallam.
Nabi
shallalaahu ‘Alaihi Wasallam memanggil Aisyah dengan Humairah artinya
yang kemerah-merahan pipinya. Rasulullah juga suka memanggil aisyah dg
sebutan “aisy atau aisyi”, dalam culture arab pemenggalan huruf terakhir
menunjukan “panggilan manja atau tanda sayang”.
MEMBERI SESUATU YANG MENYENANGKAN ISTRI
Dari Sa’id bin Yazid, bahwa ada seorang wanita datang menemui Nabi
shallalaahu ‘Alaihi Wasallam, kemudian Nabi bertanya kepada Aisyah,
“Wahai Aisyah, apakah engkau kenal dia?” Aisyah menjawab, “Tidak, wahai
Nabi Allah.” Lalu, Nabi bersabda, “Dia itu Qaynah dari Bani Fulan,
apakah kamu mau ia bernyanyi untukmu?”, maka bernyanyilah qaynah itu
untuk Aisyah. (HR. An-Nasa’i-Asyratun Nisa’, no. 74)
MEMPERHATIKAN PERASAAN ISTRI
“Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan begitu
pula dengan istrinya, maka Allah memperhatikan mereka dengan penuh
rahmat, manakala suaminya merengkuh telapak tangan istrinya dengan
mesra, berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela jemarinya.”
(Diriwayatkan Maisarah ibn Ali dari ar-Rafi’ dari Abu Sa’id Alkhudzri)
SEGERA MENEMUI ISTRI JIKA TERGODA
Dari Jabir, sesungguhnya Nabi shallalaahu ‘Alaihi Wasallam pernah
melihat wanita, lalu beliau masuk ke tempat Zainab, lalu beliau
tumpahkan keinginan beliau kepadanya, lalu keluar dan bersabda, “Wanita,
kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa setan. Bila seseorang di
antara kamu melihat seorang wanita yang menarik, hendaklah ia datangi
istrinya, karena pada diri istrinya ada hal yang sama dengan yang ada
pada wanita itu.” (HR. Tirmidzy)
BERPELUKAN SAAT TIDUR
Tidak kudeskripsikan, soalnya ada teman-teman fb yang belum nikah. (HR.Tirmidzy 132)
MEMBANTU PEKERJAAN RUMAH TANGGA
Hal inilah yang kadang-kadang masih males. Tapi jika dikerjakan berdua,
biasanya jadi tidak berasa, sambil bercanda ataupun ngobrol-ngobrol.
Aisyah pernah ditanya, “Apa yang dilakukan Nabi shallalaahu ‘Alaihi
Wasallam di rumahnya?” Aisyah menjawab, “Beliau ikut membantu
melaksanakan pekerjaan keluarganya.” (HR. Bukhary)
MENGISTIMEWAKAN ISTRI
Dari Anas, dia berkata, “Kemudian kami pergi menuju Madinah (dari
Khaibar). Aku lihat Nabi shallalaahu ‘Alaihi Wasallam menyediakan tempat
duduk yang empuk dari kain di belakang beliau untuk Shafiyyah.” (HR.
Bukhary)
MENDINGINKAN KEMARAHAN ISTRI DENGAN MESRA
Nabi
shallalaahu ‘Alaihi Wasallam biasa memijit hidung Aisyah jika ia marah
dan beliau berkata, “Wahai ‘Aisy, bacalah do’a: ‘Wahai Tuhanku, Tuhan
Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan
lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ibnu Sunni)
TIDUR DI PANGKUAN ISTRI
Dari Aisyah radhiyallaahu ‘anha, ia berkata, “Nabi shallalaahu ‘Alaihi
Wasallam biasa meletakkan kepalanya di pangkuanku walaupun aku sedang
haidh, kemudian beliau membaca al-Qur’an.” (HR. ‘Abdurrazaq)
MANDI ROMANTIS BERSAMA PASANGAN
Aisyah pernah mandi satu bejana bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. (HR. Nasa’i I/202)
RAMBUT DISISIRKAN ISTRI
Dari Aisyah radhiyallaahu ‘anha, ia berkata, “Saya biasa menyisir
rambut Rasulullah shallalaahu ‘Alaihi Wasallam, saat itu saya sedang
haidh.” (HR. Ahmad)
MEMBELAI ISTRI
“Adalah Rasulullah
shallalaahu ‘Alaihi Wasallam tidaklah setiap hari melainkan beliau mesti
mengelilingi kami semua (istrinya) seorang demi seorang. Beliau
menghampiri dan membelai kami dengan tidak mencampuri hingga beliau
singgah ke tempat istri yang beliau giliri waktunya, lalu beliau
bermalam di tempatnya.” (HR. Ahmad)
Dan masih banyak tips lain yang bisa dilakukan sesuai kreatifitas kalian semua.
Nabi shallalaahu ‘Alaihi Wasallam, “Yang terbaik di antara kalian
adalah yang terbaik terhadap keluarga dan istrinya. Dan saya adalah
orang yang paling baik terhadap istri dan keluargaku.” (HR. Tirmidzy)
Semoga bermanfaat. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah selalu, aamiin!
Subhaanallaah, Allaahu Akbar, Wallaahu a’lamu bishshawwaab
Mereka serasa tertidur satu hari didalam gua, namun zaman ternyata
telah berganti selama 309 tahun (pendapat lain menyatakan 350 tahun).
وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِئَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعاً
“
Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (QS 18:25)
Bagaimana bisa?
Hal ini bisa dibuktikan dengan analisis melalui fisika modern, yaitu teori relativitas Einstein.
“
Jika suatu benda, makhluk hidup atau apa saja yang bergerak
dengan kecepatan tertentu (mendekati kecepatan cahaya), maka benda
tersebut akan mengalami dilatasi waktu dan kontraksi panjang.”
Dan didalam Al Quran surat Al Kahfi ayat 18 termaktub :
وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظاً وَهُمْ رُقُودٌ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ
الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ وَكَلْبُهُم بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ
بِالْوَصِيدِ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَاراً
وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْباً
“Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan Kami
balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka
mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu
menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan
melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan
terhadap mereka.” (QS 18:18)
“
…Kami balik-balikkan mereka kekanan dan kekiri…” yang
berarti mereka di dalam gua bergerak (digerakkan) dengan kecepatan
tertentu. Berapa kecepatan mereka, sehingga mereka dapat hidup melitasi
zaman? Dari data-data yang kita dapatkan dari Al-Quran berikut analisis
untuk menjawab pertanyaan tersebut, sekaligus pembuktian kebenaran
Ashabul Kahfi dalam Al-Quran.
Dari Al-Quran diperoleh data bahwa waktu menurut mereka (Ashabul
Kahfi yang bergerak) t0 = 1 hari. Sedangkan waktu yang sebenarnya
adalah t = 309 tahun = 109386 hari (tahun qomariah 1 tahun = 354 hari).
Dan jika nilai t1 dan t0 dimasukkan kedalam rumus :
V2 = 0,99999.C2
V = 0,999999C
Dari penjabaran diatas, jika para Ashabul Kahfi bergerak
(digerakkan) mendekati kecepatan cahaya, maka ini membutktikan bahwa
peristiwa tersebut sangatlah masuk akal untuk terjadi.
Kemudian penjelasan lainnya.
“…Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari
mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi
dengan ketakutan terhadap mereka…”
Mengapa orang yang melihat mereka ketakutan?
Seperti penjelasan teori relativitas diatas, bahwa jika suatu benda
bergerak dengan kecepatan tinggi maka selalu mengalami dilatasi waktu
juga mengalamai kontraksi panjang dengan perumusan ;
Jika V mendekati kecepatan cahaya, maka nilai L1 ( panjang benda
yang diamati oleh kerangka acuan yang berbeda) akan mendekati nol. Ini
berarti Ashabul Kahfi sudah hampir tidak terlihat wujudnya oleh orang
yang melihatnya dari luar.
Namun bahwa mereka digerakkan ke kakan dan ke kiri , yang berarti
mereka bergerak bolak balik, sesuai dengan teori fisika bahwa sebuah
benda yang bergerak dengan arah yang berlawanan dengan arah semula,
maka benda tersebut akan mengalami berhenti sesaat sebelum berbalik
arah. Pada saat berhenti sesaat ini, maka panjangnnya akan kembali
seperti semula. Sehingga setiap saat mereka akan berubah dari ukuran
semula… mengecil… menghilang… membesar… ukuran semula. Begitu
seterusnya. Dengan kecepatan yang sangat tinggi. Bisa dibayangkan
bagaimana wujud mereka. Tentulah sangat mengerikan bukan?
Penjelasan berikutnya.
فَضَرَبْنَا عَلَى آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَداً
“Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu,” (QS 18:11)
Mengapa telinga mereka ditutup?
Sebagaimana kita semua telah mengetahui bahwa bunyi ditimbulkan dari
suatu benda yang bergetar atau bergerak dan getaran benda itu
menggetarkan udara. Selanjutnya udara tersebut menggetarkan selaput
telinga, gendang telinga yang frekwensi getarannya sama dengan getaran
frekwensi getaran benda, maka kita mendengar bunyi.
Namun apabila suatu benda bergerak diatas kecepatan bunyi, maka akan
terjadi patahan gelombang (supersonic fracture) yang menimbulkan
ledakan suara yang luar biasa kuatnya, bahkan mengakibatkan pecahnya
kaca dan bengunan-bangunan. Misalnya pada pengemudian pesawat
supersonic yang mengakibatkan suara yang meledak-ledak dan meruntuhkan
bangunan dan kaca-kaca disekitarnya.
Demikian pula dengan Ashabul Kahfi. Sebagaimana telah diuraikan
diatas, bahwa gerakannnya mendekati kecepatan cahaya sehingga juga
berlaku patahan-patahan gelombang, yang akan menimbulkan ledakan suara
seperti halnya pesawat supersonic. Oleh karena itu sesuai dengan ayat
11 surat Al Kahfi telinga mereka ditutup selama beberapa tahun,
ternyata guna melindungi gendang telinga meraka dari ledakan-ledakan
suara yang ditimbulkan dari gerakan mereka yang terlalu cepat.
Dari analisis diatas kita dapat membuktikan secara ilmiah kebenaran
cerita Ashabul Kahfi yang dulu oleh orang-orang barat dianggap cerita
fantasi. Karena mereka mengganggap cerita itu tidak masuk akal, dan
selama ini belum terbukti orang mampu hidup tanpa makan dan minum
sampai bertahun-tahun.
Dan mereka memvonis semua cerita yang tidak masuk akal tidak dapat
diterima sebagi suatu kebenaran. Persepsi yang demikian itu salah,
analisis diatas membuktikan bahwa sesuatu yang tadinya tidak masuk akal
menjadi masuk akal. Ini membuktikan bahwa akal manusia itu terbatas,
karena mungkin akal manusia belum mampu mencerna dan menganalisis
hal-hal tersebut.
Wallahu a’lam bishowab...
(Seri Kecerdasan Ali bin Abi Thalib)
Dari Imam Ali ra yang menceritakan Ashabul
Kahfi kepada seorang Yahudi yang ingin menguji kecerdasan Imam Ali ra. Apabila
Imam Ali ra tidak bisa menceritakandan menjawab pertanyaannya, maka ia tidak
mau memeluk ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw.
Tiga orang pendeta Yahudi datang menemui Imam Ali ra, mereka ingin menguji kebenaran agama Islam.
Salah seorang berkata, “Wahai Ali, ada satu masalah yang ingin kutanyakan kepadamu.”
Imam Ali ra pun berkata, “Bertanyalah sesukamu!
”
Pendeta Yahudi tadi berkata,
“Beritahukan kepadaku tentang sekelompok remaja pada zaman dahulu. Yang mana
mereka mati selama tiga ratus sembilan tahun, lalu Allah hidupkan kembali.
Bagaimana kisah mereka itu?”
Imam Ali ra tersenyum dan mulai
menceritakan keinginan dari pendeta Yahudi tersebut, “Wahai Yahudi, mereka
adalah penghuni gua (Ashabul Kahfi). Allah telah menurunkan atas Nabi kami,
Muhammad saw, al-Quran yang memuat kisah mereka. Kalau engkau mau, akan kami
bacakan kisah mereka di hadapanmu.”
Orang Yahudi berkata, “Betapa
sering aku mendengar bacaan al-Quran. Kalau engkau memang tahu, katakan
kepadaku nama-nama mereka, nama raja, nama anjing, nama gunung, nama gua dan
kisah mereka dari awal sampai akhir!”
Lalu Imam Ali ra duduk sambil mengangkat
kedua lututnya dengan melilitkan sorban pada kedua lututnya, dengan
sorban
Rasulullah saw, seraya berkata, “Wahai saudara bangsa Arab, kekasihku
Muhammad
saw pernah bercerita kepadaku bahwa di daerah Romawi terdapat sebuah
kota bernama Afsus dan juga dinamakan Thurthus. Nama kota itu di zaman
jahiliyah adalah
Afsus, lalu ketika Islam datang dinamakan Thurthus. Mereka mempunyai
seorang
raja yang saleh. Beberapa waktu kemudian, raja itu wafat, lalu tersebar
berita
kematiannya hingga seorang raja dari Persia yang bernama Diqyanus,
mendengar
berita tersebut. Diqyanus adalah raja yang sangat zalim dan kafir. Dia
datang
bersama bala tentara ke kota Afsus dan menjadikan sebagai kerajaannya,
dan
membangun sebuah istana megah.”
Yahudi itu berkata, “Jika
anda benar-benar tahu, maka jelaskan kepadaku tentang istana itu dan
ruangan-ruangannya!”
Imam Ali ra segera menjawab, “Raja itu
membangun istana dari marmer, panjangnya satu farsakh atau sama dengan 5 hingga
6 km, lebarnya satu farsakh. Di dalamnya terdapat empat ribu pilar dari emas
dan seribu lampu emas, lantainya dari suasa dan setiap malam diisi dengan
minyak wangi yang harum. Ia letakkan di tumur, seratus delapan puluh kekuatan,
demikian juga di bagian baratnya. Matahari dari sejak terbit sampai terbenam
mengitari istana. Ia membuat singgasana dari emas yang panjangnya delapan puluh
hasta dan berhiaskan mutiara. Ia letakkan di sebelah kanan singgasana delapan
puluh kursi emas untuk para panglimanya dan si sebelah kirinya delapan puluh
kursi emas juga. Dia duduk di atas singgasananya sambil mengenakan mahkota di
atas kepalanya.”
Yahudi itu dengan bersemangat
berkata melanjutkan, “Wahai Ali, jika engkau sungguh mengetahui, katakan
kepadaku terbuat dari apa mahkotanya?”
Imam Ali ra menjawab, “Wahai saudara
Yahudi, mahkotanya terbuat dari emas cetakan yang mempunyai sembilan pucuk.
Pada setiap pucuk terdapat lampu yang bersinar laksana lampu yang bersinar di
malam yang gelap. Dia memiliki lima puluh remaja dari anak para panglima.
Mereka berpakaian terbuat dari sutera merah dan celana yang terbuat dari sutera
hijau. Mereka memakai mahkota, gelang tangan dan gelang kaki yang terbuat dari
emas berkilauan. Dia juga jadikan enam pemuda dari kalangan ulam sebagai
menteri-menteri. Dia tidak akan menetapkan satu keputusan tanpa berdiskusi
dengan mereka. tiga orang dari mereka berdiri di sebelah kanan dan tiga orang
di sebelah kiri sang raja.”
Yahudi berkata, “Wahai Ali!
Jika Anda benar, beritahu aku siapa nama enam orang itu?”
Imam Ali ra menjawab, “Kekasihku Muhammad
saw bercerita padaku, bahwa tiga orang yang di sebelah kanan adalah Tamlikho,
Muksalmina, dan Muhsalmina. Sedang yang di sebelah kiri Marthuliyus, Kaythus,
dan Sadaniyus. Raja itu senantiasa meminta pendapat dari mereka dalam segala
urusannya. Jika ia duduk di singgasananya yang mewah setiap hari, orang-orang
pun berkumpul di sekitarnya, maka datanglah tiga pemuda dari sebuah pintu. Di
tangan salah seorang dari mereka terdapat gelas emas yang berisi minyak kesturi
(misk). Di tangan pemuda kedua adalah gelas perak berisi air mawar, serta di
tangan pemuda ketiga bertengger seekor burung yang molek. Jika yang satu
berteriak, maka burung itu terbang menuju gelas yang berisi air mawar, lalu ia
mandi dengan air mawar itu. Bulu dan sayapnya menyerap air mawar yang wangi.
Jika yang kedua berteriak, maka si burung
terbang menuju gelas yang berisi minyak wangi (misk). Burung kecil itu pun
mandi dan menyerap minyak wangi dengan bulu dan sayapnya. Kemudian jika yang
ketiga berteriak, maka burung itu terbang menuju mahkota raja untuk kemudian
mengibaskan bulu dan sayapnya di atas kepala raja.
Raja itu memegang kekuasaannya selama tiga
puluh tahun tanpa pernah mengalami sakit kepala, panas, flu, dan sakit lainnya.
Melihat keadaan dirinya seperti itu, ia menjadi congkak dan angkuh, sehingga
dia mengakui dirinya sebagai tuhan (Rabb). Dia mengajak menteri dan rakyatnya
untuk menyembah kepada dirinya. Setiap orang yang menerima pengakuan dirinya
sebagai tuhan, akan diberi hadiah dan mendapat keistimewaan, sedangkan yang
enggan untuk menerimanya akan disiksa dan dibunuh. Akhirnya mereka tunduk
kepada keinginan sang raja. Menteri dan penjaga istana menganggap dia sebagai
tuhan selain Allah swt.
Suatu hari di saat pesta berlangsung, sang
raja duduk di atas singgasana sambil mengenakan mahkota di atas
kepalanya.
Tiba-tiba muncul beberapa panglima menyampaikan berita, bahwa pasukan
Persia telah siap membunuh raja. Sang raja amat panik, hingga mahkota
yang dikenakannya jatuh
dari atas kepala, sedang ia sendiri terjungkal dari singgasana. Salah
seorang
dari tiga pemuda yang berada di samping raja menyaksikan hal tersebut.
Dia
adalah si cerdik bernama Tamlikho. Pemuda itu berpikir dan berkata dalam
hatinya, “Jika Diqyanus (si raja itu) adalah tuhan seperti yang ia akui
sendiri, pastilah ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak kencing atau
buang
air. Karena semua bukan sifat dari Tuhan.
Setiap hari enam pemuda tersebut selalu
berkumpul di tempat salah seorang dari mereka. Setelah terjadi peristiwa tadi,
mereka tengah berkumpul di tempat Tamlikho, namun Tamlikho tidak ikut makan dan
minum. Mereka bertanya, “Wahai Tamlikho, mengapa engkau tidak makan dan minum?”
Tamlikho menjawab, “Wahai saudara-saudaraku, telah terjadi sesuatu dalam
hatiku, ini yang mencegahku makan, minum dan tidur.
Mereka bertanya, “Apa itu wahai Tamlikho?”
Dia menjawab, “Aku lama sekali berpikir
tentang langit. Aku berkata, “Siapa yang meninggikan
langit menjadi atap yang kokoh tanpa ada pengikat di atasnya dan tanpa tiang
penyangga di bawahnya? Siapa yang menjalankan matahari dan bulan? Siapa yang
menghiasi langit dengan bintang gemintang? Lalu aku lama termenung tentang bumi
ini, siapa yangmenjadikannya terapung di alas permukaan laut? Siapa yang
menahan dan mengikatnya dengan gunung-gunung yang kokoh agar tidak tenggelam?”
Kemudian aku berpikir tentang diriku. Aku
berkata,
“Siapa yang mengeluarkanku
dari rahim ibu? Siapa yang memberiku makan dan membimbingku? Sungguh ada
Pencipta dan Pengatur semua ini selain Diqyanus.”
Lima
pemuda tadi tersungkur ke lantai, mencium kedua kaki Tamlikho dan berkata,
“Wahai Tamlikho, sungguh telah terjadi di hati kami apa yang telah melanda
hatimu. Berilah kami petunjuk!”
Tamlikho berkata, “Wahai saudara-saudaraku,
aku tidak mendapatkan jalan untukku dan untuk kalian, selain lari dari penguasa
zalim menuju Penguasa langit dan bumi.”
Mereka berkata, “Pendapat yang benar adalah
pendapatmu.”
Tamlikho bangkit membeli kurma dengan uang
tiga dirham, lalu menyimpannya di dalam selendang. Mereka naik kuda dan pergi
ke luar kota. Setelah berjalan sejauh tiga mil dari kota, Tamlikho berkata,
“Saudaraku, telah hilang dari kita raja dunia dan kekuasaannya. Turunlah dari
kuda dan berjalanlah, semoga Allah memudahkan urusan kalian dan memberikan
jalan keluar kepada kita.”
Mereka pun turun dari kuda dan berjalan
kaki sejauh tujuh farsakh, sampai kaki mereka berdarah kerena tidak terbiasa.
Tiba-tiba seorang penggembala menghampiri
mereka…
Tamlikho bertanya, “Wahai penggembala,
apakah engkau memiliki seteguk air atau susu?”
Aku punya apa yang kalian inginkan, tetapi
aku lihat wajah kalian adalah wajah-wajah para raja. Menurutku kalian melarikan
diri. Ceritakan pengalaman kalian kepadaku!
Kami memeluk agama yang melarang berbohong.
Apakah kejujuran membuat kami selamat?
Maka mereka pun menceritakan apa yang
mereka alami. Si penggembala langsung tersungkur mencium kaki mereka sambil
berkata, “Sungguh terjadi di hatiku apa yang terjadi di hati kalian.
Si penggembala meminta mereka menunggunya.
Sementara dia mengembalikan kambing-kambing kepada pemiliknya.
Mereka menunggu sampai si penggembala
kembali, tapi kali ini dia kembali dengan diikuti seekor anjing.
Ketika para pemuda itu melihat anjing, satu
sama lain saling berbicara…
Kami khawatir anjing ini akan membuka
rahasia kita dengan gonggongannya.
Mereka minta dengan sangat agar di
penggembala mengusir anjingnya dengan batu.
Anjing itu berwarna hitam pekat dan namanya
Qithmir. Ketika anjing itu melihat gelagat mereka, anjing itu pun lalu duduk
dan dapat berbicara, “Wahai manusia, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal
aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu atas-Nya.
Izinkan aku menjaga kalian dari musuh yang akan mengganggu kalian. Aku ingin
mendekatkan diri kepada Allah dengan hal itu.” Lalu mereka pun mengijinkannya.
Lalu mereka pun melanjutkan perjalanan.
Sang penggembala mengajak para pemuda itu untuk menaiki gunung dan bersembunyi
di dalam sebuah gua.
Orang Yahudi berkata, “Wahai
Ali, apa nama gunung itu dan apa nama gua itu?”
Amirul Mukminin menjawab, “Wahai saudara
Yahudi, nama gunung itu adalah Najlus dan nama gua itu adalah Washid atau
Khairam.”
Imam Ali ra melanjutkan ceritanya,
“Ternyata di dalam gua itu terdapat beberapa pohon yang berbuah dan mata air
yang bening. Mereka memakan buah-buahan dan meminum air tersebut. Ketika malam
tiba, mereka masuk ke dalam gua sedangkan anjing itu duduk di pintu gua, sambil
menjulurkan kedua kaki depannya. Lalu Allah menyuruh malaikat maut untuk
mencabut ruh mereka sementara waktu, dan menugaskan dua malaikat lainnya untuk
menjaga dan mengurus setiap orang dari mereka. Kedua malaikat itu
membalik-balikkan tubuh mereka ke kanan dan ke kiri dan dari kiri ke kanan.
Allah mewahyukan kepada matahari agar pada
saat terbit bercondong dari gua mereka ke sebelah kanan dan ketika terbenam
menjauhi mereka ke sebelah kiri.
Ketika raja Diqyanus kembali dari upacara,
ia bertanya tentang para pemuda itu. Lalu dikatakan kepadanya, bahwa mereka
telah meyakini Tuhan selain Raja Diqyanus. Mereka telah keluar dari istana dan
melarikan diri darinya. Mendengar hal itu, maka raja pergi dengan depalan puluh
ribu pasukan berkuda untuk mencari sang pemuda.
Sampailah sang raja di sebuah gunung dan ia
sendiri yang naik ke atas gunung itu, kemudian mendekati sebuah gua. Raja
melihat para pemuda yang dicari tengah berbaring, dia yakin para pemuda itu
tengah tidur.
Raja berkata kepada anak buahnya, “Kalau
aku hendak menyiksa mereka, aku tidak akan menyiksa lebih dari mereka menyiksa
diri mereka sendiri. Datangkanlah para tukang bangunan!”
Akhirnya mulut gua ditutup dengan batu-batu
dan sang raja berkata, “Katakanlah kepada mereka agar memohon kepada Tuhan
mereka yang berada di langit. Jika benar ada, maka Tuhan mereka akan
mengeluarkan para pemuda itu dari sini.”
Para
pemuda tinggal dan tertidur di dalam gua selam tiga ratus sembilan tahun. Lalu
Allah swt menghidupkan mereka kembali ketika matahari mulai terbit. Satu sama
lain saling berkata, “Sungguh kami telah lalai dari ibadah kepada Allah swt.
Mari kita pergi ke mata air.”
Ternyata mata air dan pohon-pohon telah
kering. Salah seorang berkata, “Sungguh ini adalah hal yang sangat aneh.
Bagaimana mata air seperti ini menjadi kering hanya dalam tempo satu malam,
beitu juga dengan pepohonannya?”
Lalu Allah membuat mereka merasa lapar.
Salah seorang berkata, “Siapa di antara kita yang bisa pergi membawa uang ke kota, membeli sesuatu untuk kita makan?
Hendaknya dia teliti jangan sampai makanan
itu bercampur dengan lemak babi, seperti tercantum dalam firman Allah.
“Maka utuslah seorang dari kalian dengan
(membawa) uang ini ke kota dan lihatlah makanan yang paling bersih.” (QS.
Al-Kahfi: 19)
Yaitu makan yang halal dan enak untuk
dimakan.”
Tamlikho berkata, “Wahai saudara-saudaraku,
aku saja yang membeli makanan itu. Tetapi, wahai penggembala, berikan bajumu
kepadaku dan kenakan bajuku ini.”
Tamlikho mengenakan baju si penggembala dan
berjalan melalui tempat-tempat yang tidak ia ketahui. Ternyata di atas pintu
gerbang kota berkibar bendera hijau yang bertuliskan
“Tiada Tuhan selain
Allah dan Isa Ruhullah”. Pemuda itu terpana melihat bendera itu, dan
mengusap-usap matanya seraya berkata, “Apakah aku sedang bermimpi.”
Sesaat berlalu ia memasuki kota, dan melewati sekelompok orang yang tengah membaca kitab Injil. Beberapa orang
menyapanya hingga ia sampai ke pasar dan menemui pedangang roti.
Ia berkata,
“Wahai tukang roti apa nama kota ini?”
“Afsus” jawab tukang roti ramah.
Ia bertanya lagi, ”Siapakah rajamu?”
“Abdurrahman”’ jawabnya singkat.
Tamlikho berkata, “Jika Anda benar, sungguh
yang kualami ini sangat aneh. Berikan padaku makanan seharga uang dirham ini.”
Uang dirham yang berlaku pada masa Tamlikho
berat dan besar, sehingga si tukang roti terheran-heran melihatnya.
Orang Yahudi berkata kepada
Ali, “Jika kamu benar-benar tahu, katakan padaku berapa berat dirham itu?”
Imam Ali ra menjawab, “Wahai saudara
Yahudi, kekasihku Muhammad saw memberitahuku, bahwa berat dirham itu sepuluh
kali dari berat dirham saat ini.”
Imam Ali ra melanjutkan, “Tukang roti
berkata kepada Tamlikho, “Wahai pemuda, engkau telah mendapat harta karun?
Berikan sebagian kepadaku, jika tidak Anda akan kubawa kepada raja.”
Tamlikho berkata, “Aku tidak mendapatkan
harta karun. Dirham ini kuperoleh dari hasil menjual buah-buahan seharga tiga
dirham, tiga hari yang lalu. Aku keluar dari kota ini, sementara penghuninya
sedang menyembah raja Diqyanus.”
Penjual roti pun marah mendengarnya,
“Tidakkah kamu senang mendapat harta karun, lalu memberikan sebagiannya
kepadaku? Mengapa engkau menyebut seorang pengusa zalim yang mengaku dirinya
tuhan? Dia telah mati tiga ratus tahun yang lalu. Anda telah menghinaku!”
Tukang roti menangkap Tamlikho, dan
orang-orang pun berkumpul. Kemudian ia dibawa menghadap sang raja yang cerdas
dan adil, “Apa yang pemuda ini lakukan?”
Mereka pun menjawab, “Orang ini telah
mendapat harta karun.”
Raja berkata, “Tenanglah, Nabi kita Isa as
membolehkan kita mengambil harta karun, tidak lebih dari seperlimanya saja.
Maka serahkanlah kepadaku seperlima dari harta karun tersebut, setelah itu kamu
dapat pergi dengan selamat.”
Tamlikho berkata, “Wahai raja, lihatlah
masalahku ini. Aku tidak mendapatkan harta karun. Aku penduduk kota ini.”
“Kamu penduduk kota ini?” Tanya raja.
“Ya”, jawabnya.
Raja bertanya lagi, “Apa kamu kenal
seseorang di kota ini?”
“Ya”, jawabnya Tamlikho. Kemudian ia
menyebutkan kira-kira seribu orang. Namun tak satupun dari mereka yang dikenal
oleh mereka yang berkumpul.
Sang raja berkata, “Hai, kami tidak ernah
mengenal nama-nama itu. Mereka bukan penduduk zaman ini. Apa kamu punya rumah
di kota ini?”
Tamlikho menjawab, “Ya, wahai paduka yang
mulia. Utuslah seseorang bersamaku!”
Raja kemudian mengutus beberapa orang untuk
pergi bersamanya. Mereka pergi menuju sebuah rumah yang berada di dataran
tertinggi kota itu. Mereka sampai di satu rumah dan lalu mengetuknya. Tidak
lama kemudian keluarlah seorang tua renta, kedua alisnya panjang terurai ke
bawah menutupi kedua matanya.
Pengawal berkata, “Pemuda ini mengaku bahwa
ini adalah rumahnya.”
Orang tua itu marah dan menoleh kepada Tamlikho,
“Siapa namamu?!”
“Tamlikho bin Filsin”, jawab Tamlikho.
Ulangi lagi!
Tamlokho bin Filsin
Kemudian orang tua itu tersungkur menciumi
tangan dan kaki Tamlikho,
“Dia adalah kekekku. Dia adalah salah seorang pemuda
yang lari dari Diqyanus, raja yang zalim, menuju Raja langit dan bumi. Sungguh
Nabi Isa pernah mengatakan, bahwa mereka akan hidup kembali di dunia ini.”
Berita tersebut akhirnya sampai ke telinga
raja, ia pun segera mendatangi mereka.
Ketika melihat Tamlikho, raja segera turun
dari kuda dan mengangkat Tamlikho ke atas pundaknya. Orang-orang pun menciumi
tangan dan kaki Tamlikho.
Mereka bertanya, “Hai Tamlikho, apa yang
sedang dikerjakan teman-temanmu? Tamlikho memberitahu bahwa mereka berada di
dalam gua. Pada saat itu kota Afsus dikuasai oleh dua penguasa, penguasa mukmin
dan kafir.
Keduanya lalu berangkat diiringi para
pengikutnya. Ketika mereka mendekati gua, Tamlikho berkata kepada mereka, “Aku
khawatir saudara-saudaraku mendengar suara kaki kuda dan gemerincing senjata,
sehingga mereka anggap Diqyanus telah bersiap menyerang. Mereka akan sangat
ketakutan. Oleh karenanya kalian tinggallah di sini sebentar, biarkan aku masuk
ke dalam untuk memberitahu mereka.
Mereka pun setuju dan Tamlkho masuk menemui
teman-temannya.
Para
pemuda tadi langsung merangkul Tamlikho sambil berkata, “Alhamdulillah.”
Allah swt telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanus!”
Tamlikho berkata, “Tahukah kalian, berapa
lama kita tinggal di tempat ini?”
“Dua hari satu malam”, jawab mereka.
Tamlikho berkata lagi, “Tidak, tetapi
kalian tinggal di sini, tiga ratus sembilan tahun!” Diqyanus kini telah mati.
Waktu demi waktu telah berlalu dan kini penduduk kota telah beriman kepada
Allah Yang Mahabesar.
Mereka berkata, “Wahai Tamlikho, kamu
ingini kita berbuat fitnah (baca: keributan atau prahara) kepada orang-orang
itu?”
Kata Tamlikho, “Lalu apa yang kalian
inginkan?”
Mereka berkata, “Angkatlah tanganmu, kami
akan mengangkat tangan kami.” Mereka semua mengangkat tangan dan berdoa, “Ya
Allah, demi kebenaran yang Engkau tampakkan kepada kami, berupa keanehan dalam
diri kami, cabutlah nyawa kami agar tidak seorang pun mengetahui kami.
Allah swt mengutus malaikat maut untuk
mencabut nyawa mereka. Lalu Allah menutup pintu gua.
Kedua raja itu tidak sabar menanti. Mereka
segera menyusul Tamlikho karena lama.
Dua penguasa tadi mengelilingi gua selama
tujuh hari tujuh malam, namun tidak menemukan pintu atau lubang pada gua itu.
Mereka berdua yakin bahwa itu adalah kebesaran ciptaan Allah Yang Mahamulia,
dan bahwa keadaan ini merupakan pelajaran (‘ibrah) penting yang diperlihatkan
kepada kita semua.
Penguasa yang beriman berkata, “Meraka mati
atas dasar agamaku dan akan kubangun di atas pintu gua ini, sebuah mesjid.”
Sementara penguasa kafir berkata, “Tidak! Mereka mati atas dasar agamaku dan
akan kubangun tempat peribadatan.”
Akhirnya mereka berperang dan penguasa
mukmin mengalahkan penguasa kafir, yang dijelaskan Allah swt: “Dan berkata orang-orang yang menang, akan kami jadikan di
atas mereka sebuah mesjid” (QS. Al-Kahfi: 21).
Itulah kisah mereka, wahai Yahudi.”
Lalu
Imam Ali ra berkata, “Aku bertanya kepadamu wahai Yahudi, apakah semua itu
sesuai dengan yang ada di dalam Taurat kalian?”
Orang Yahudi itu berkata,
“Anda tidak menambah dan tidak mengurangi satu kata pun wahai Abul Hasan. Jangan
lagi anda panggil aku Yahudi. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, Muhammad
adalah hamba serta utusan Allah, dan anda adalah orang yang paling pandai dari
umat Muhammad ini.”
Hikmah
yang dapat diambil dari kisah ini adalah Allah swt akan menolong orang-orang
yang berbuat baik dan ingin menghancurkan serta meninggalkan kezaliman.
Allah
swt akan selalu menjaga dan mencintai orang-orang yang beriman kepada-Nya dan
kepada utusan-Nya.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ يَقُولُ: إِنِّي لَفِي الْقَوْمِ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذْ قَامَتِ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ. فَلَمْ يُجِبْهَا شَيْئًا، ثُمَّ قَامَتْ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ. فَلَمْ يُجِبْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتِ الثَّالِثَةَ فَقَالَتْ: إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ، فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنْكِحْنِيهَا. قَالَ: هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: اذْهَبْ فَاطْلُبْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ. فَذَهَبَ فَطَلَبَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ: مَا وَجَدْتُ شَيْئًا وَلاَ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ. فَقَالَ: هَلْ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ شَيْءٌ؟ قَالَ: مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا. قَالَ: اذْهَبْ فَقَدْ أَنْكَحْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآن
ِDaripada Sahl bin Sa’id As-Sai’di, ia berkata:
Sesungguhnya aku berada pada suatu kaum di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba berdirilah seorang wanita seraya berkata:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia telah menghibahkan dirinya untukmu, perhatikanlah dia, bagaimana menurutmu.”
Beliau pun diam dan tidak menjawab sesuatupun.Kemudian berdirilah wanita itu dan berkata:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia telah menghibahkan dirinya untukmu, perhatikanlah dia, bagaimana menurutmu.”
Beliaupun diam dan tidak menjawab sesuatupun. Kemudian ia pun berdiri untuk yang ketiga kalinya dan berkata: “Sesungguhnya ia telah menghibahkan dirinya untukmu, perhatikan dia, bagaimana menurutmu.”
Kemudian berdirilah seorang laki-laki dan berkata:
“Ya Rasulullah, nikahkanlah saya dengannya"
Beliaupun menjawab:
“Apakah kamu memiliki sesuatu?”
Ia berkata:“Tidak.” Kemudian beliaupun berkata:
“Pergilah dan carilah (mahar) walaupun cincin dari besi.”
Kemudian iapun mencarinya dan datang kembali kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata:
“Saya tidak mendapatkan sesuatupun walaupun cincin dari besi.”
Maka Rasulullah bersabda:
“Apakah ada bersamamu (hafalan) dari Al-Qur`an?”
Ia berkata:
“Ada, saya hafal surat ini dan itu.”
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pergilah, telah aku nikahkan engkau dengan dia dengan mahar berupa Al-Qur`an yang ada padamu.”
Suatu
ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak termenung.
Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh
penjuru mata angin telah di lewatinya, namun tak ada satupun titik yang
membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang
menyapanya. Ada orang lain disana.
"Sedang apa kau disini anak
muda?" tanya seseorang. Rupanya ada seorang kakek tua. "Apa yang kau
risaukan..?" Anak muda itu menoleh ke samping, "Aku lelah Pak Tua. Telah
berkilo-kilo jarak yang kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak
juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung
dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku.
Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?"
Kakek
Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di
pandangnya wajah lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, "di depan
sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu,
tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan.
"Ya...tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu" sang Kakek
mengulang kalimatnya lagi.
Perlahan pemuda itu bangkit.
Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak berapa lama, dijumpainya taman
itu. Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang
bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang berterbangan disana. Sang
kakek, melihat dari kejauhan, memperhatikan tingkah yang diperbuat
pemuda yang sedang gelisah itu.
Anak muda itu mulai bergerak.
Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap!
sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Ia tak mau
kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal. Ia mulai berlari tak
beraturan. Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya rerumputan dan tanaman
untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana.
Gerakannya semakin liar. Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada
satu kupu-kupu yang dapat ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan.
Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai
akhirnya ada teriakan, "Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah." Tampak
sang Kakek yang berjalan perlahan. Tapi lihatlah, ada sekumpulan
kupu-kupu yang berterbangan di sisi kanan-kiri kakek itu. Mereka terbang
berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu.
"Begitukah
caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak
tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau rusak?" Sang Kakek
menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap
kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau
buru, semakin pula ia pergi dari dirimu."
"Namun, tangkaplah
kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang
dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah
kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak
akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering
datang sendiri."
Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Hap,
tiba-tiba, tampak seekor kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat
kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan.
Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan,
layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah,
seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya. MoralMencari
kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yang
terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka
cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini, menabrak
sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat
saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru arah. Kita
pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang dapat
kita santap setelah mendapatkannya.
Namun kita belajar. Kita
belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan cara-cara seperti
itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam
atau benda yang dapat disimpan. Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan
adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahwa bahagia itu memang ada
dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan itu akan
pergi dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin pula
kebahagiaan itu akan menjauh.
Cobalah temukan kebahagiaan itu
dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam hati kita.
Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam
bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup kita. Dalam sedih, dalam
gembira, dalam sunyi dan dalam riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan
perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita.
Saya percaya,
bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan
mungkin, bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah
memperdulikannya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan di sekeliling
kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya.
Seorang pria mendatangi seorang
Sufi yang diseganinya, “Sufi, saya bosan hidup. Rumah tangga berantakan.
Usaha kacau. Saya ingin mati saja.”
Sang Sufi tersenyum, “Oh, kamu pasti sedang sakit, dan penyakitmu pasti bisa sembuh.”
“Tidak Sufi, tidak. Saya sudah tidak ingin hidup lagi, saya ingin mengakhiri hidup saya ini saja,” tolak pria itu.
“Baiklah kalau memang itu keinginanmu. Ambil racun ini. Minumlah
setengah botol malam ini, sisanya besok sore jam 6. Jam 8 malamnya
engkau akan mati dengan tenang.”
Pria itu bingung. Pikirnya setiap Sufi yang ia pernah datangi selalu
memberikannya semangat hidup. Tapi yg ini sebaliknya dan justru
menawarkan racun.
Sesampainya di rumah, ia minum setengah botol racun yang diberikan Sufi
tadi. Ia memutuskan makan malam dengan keluarga di restoran mahal dan
memesan makanan favoritnya yang sudah lama tidak pernah ia lakukan.
Untuk meninggalkan kenangan manis, ia pun bersenda gurau dengan riang
bersama keluarga yang diajaknya. Sebelum tidur pun, ia mencium istrinya
dan berbisik, “Sayang, aku mencintaimu.”
Besok paginya dia bangun tidur, membuka jendela kamar dan melihat
pemandangan di luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia
tergoda untuk jalan pagi.
Pulang ke rumah, istrinya masih tidur. Ia pun membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, dan satunya untuk istrinya.
Istrinya yang merasa aneh, kemudian terheran-heran dan bertanya,
“Sayang, apa yg terjadi? Selama ini, mungkin aku ada salah ya. Maafkan
aku ya sayang?”
Kemudian dirinya mengunjungi ke kantornya, ia menyapa setiap orang.
Stafnya pun sampai bingung, “Hari ini, Boss kita kok aneh ya?” Ia
menjadi lebih toleran, apresiatif terhadap pendapat yang berbeda. Ia
seperti mulai menikmatinya.
Pulang sampai rumah jam 5 sore, ternyata istrinya telah menungguinya.
Sang istri menciumnya, “Sayang, sekali lagi mohon maaf, kalau selama ini
aku selalu merepotkanmu.” Demikian halnya dengan anak-anaknya yang
berani bermanjaan kembali padanya.
Tiba-tiba, ia merasa hidup begitu indah. Ia mengurungkan niatnya untuk
bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan racun yang terlanjur sudah ia minum?
Bergegas ia mendatangi sang Sufi, dan bertanya cemas mengenai racun yang
telah sebelumnya ia minum kemarin. Sang Sufi dengan enteng mengatakan,
“Buang saja botol itu. Isinya hanyalah air biasa kok. Dan saya bersyukur
bahwa ternyata kau sudah sembuh.”
“Bila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan
saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan ini. Maka leburkan
“belenggu egomu”. Satu kata untukmu, “Bersyukurlah”. Karena itulah
rahasia kehidupan sesungguhnya. Itulah kunci kebahagiaan, dan jalan
menuju ketenangan”.
Pada suatu hari seekor anak
kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir
pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek.
“Anakku,” kata sang ibu sambil
bercucuran air mata, “Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang,
sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu.”
Si ibu terdiam, sejenak, “Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi
terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah
lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit.
Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau
perbuat”, kata ibunya dengan sendu dan lembut.
Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa
sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan
nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya.
Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam
dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan
semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih
wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap,
dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah
menjadi mutiara, air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya
kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada
sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di
pinggir jalan.
Cerita di atas adalah sebuah paradigma yang menjelaskan bahwa
penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan “kerang biasa”
menjadi “kerang luar biasa”. Karena itu dapat dipertegas bahwa
kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah “orang biasa” menjadi “orang
luar biasa”.
Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut,
karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Ada dua
pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki: menjadi `kerang biasa’ yang
disantap orang, atau menjadi `kerang yang menghasilkan mutiara’.
Sayangnya, lebih banyak orang
yang mengambil pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah
orang yang sukses lebih sedikit dari orang yang `biasa-biasa saja’.
Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah
hati, atau terluka. Cobalah untuk tetap tersenyum dan tetap berjalan di
lorong tersebut, dan katakan dalam hatimu “Air mata ku diperhitungkan
Tuhan dan penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara!
Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun.
Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah
sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan
kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya
pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut
unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar
perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn
'Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!
Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka'bah. Di sana,
para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya
pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan
seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan
untuk menimpali. Mengagumkan!
Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang
tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah
dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya
dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak
awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu
Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu
"Allah mengujiku rupanya", begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan
di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan
kerabat dekat Nabi seperti 'Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada
Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi
kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara 'Ali bertugas menggantikan
beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh
bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu
Bakar; 'Utsman, 'Abdurrahman ibn 'Auf, Thalhah, Zubair, Sa'd ibn Abi
Waqqash, Mush'ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang
pergaulan seperti 'Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang
dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, 'Abdullah ibn
Mas'ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan 'Ali? Dari sisi finansial, Abu
Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
'Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. "Inilah persaudaraan dan cinta", gumam 'Ali.
"Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku."
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk
mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu
Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang
gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum
Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat
syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.
'Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan
kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. 'Umar memang masuk Islam
belakangan, sekitar 3 tahun setelah 'Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang
menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk
mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang
hanya 'Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan
lebih dari itu, 'Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata,
"Aku datang bersama Abu Bakar dan 'Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan
'Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan 'Umar.."
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu
coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana 'Umar
melakukannya. 'Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam
kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu
'Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam.
Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit
pasir. Menanti dan bersembunyi.
'Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke
atas Ka'bah. "Wahai Quraisy", katanya. "Hari ini putera Al Khaththab
akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya
menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang 'Umar
di balik bukit ini!" 'Umar adalah lelaki pemberani. 'Ali, sekali lagi
sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda
yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah!
Tidak. 'Umar jauh lebih layak. Dan 'Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti
Ia mengambil kesempatan
Itulah keberanian
Atau mempersilakan
Yang ini pengorbanan
Maka 'Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran 'Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti 'Utsman
sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang
seperti Abul ’Ash ibn Rabi'kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti
Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang
kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya 'Abdurrahman ibn 'Auf yang setara dengan
mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk
mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa'd ibn Mu'adz kah, sang
pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn 'Ubaidah,
pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
"Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?", kalimat teman-teman
Ansharnya itu membangunkan lamunan. "Mengapa engkau tak mencoba melamar
Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda
Nabi.. "
"Aku?", tanyanya tak yakin.
"Ya. Engkau wahai saudaraku!"
"Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?"
"Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!"
'Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri,
disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia
tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada
satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk
makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu
memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia
siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
"Engkau pemuda sejati wahai 'Ali!", begitu nuraninya mengingatkan.
Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap
memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah
Maha Kaya. Lamarannya berjawab, "Ahlan wa sahlan!" Kata itu meluncur
tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk
bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin
Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap
ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung
beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati
sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
"Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?"
"Entahlah.."
"Apa maksudmu?"
"Menurut kalian apakah 'Ahlan wa Sahlan' berarti sebuah jawaban!"
"Dasar tolol! Tolol!", kata mereka,
"Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan
dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan
wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !"
Dan 'Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan
rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi
berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, 'Umar, dan
Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji
dan nanti-nanti.
'Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki
yel, "Laa fatan illa 'Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!" Inilah jalan
cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan
dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk
menanti. Seperti 'Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang
pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam
suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah)
Fathimah berkata kepada 'Ali, "Maafkan aku, karena sebelum menikah
denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda"
'Ali terkejut dan berkata, "kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?"
Sambil tersenyum Fathimah berkata, "Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu"
ini merupakan sisi ROMANTIS dari hubungan mereka berdua.
Kemudian Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali
bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya
dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha
(menerima) mahar tersebut."
Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:
"Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan
kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan
dari kalian berdua kebajikan yang banyak." (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah
2:183, bab4)
Kisah Romantis ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah
chapter aslinya berjudul "Mencintai sejantan 'Ali"
Pada masa Rasulullah, di Madinah, tinggallah seorang pemuda bernama
Zulebid. Dikenal sebagai pemuda yang baik di kalangan para sahabat. Juga
dalam hal ibadahnya termasuk orang yang rajin dan taat.
Dari sudut ekonomi dan finansial, ia pun tergolong berkecukupan. Sebagai
seorang yang telah dianggap mampu, ia hendak melaksanakan sunnah Rasul
yaitu menikah. Beberapa kali ia meminang gadis di kota itu, namun selalu
ditolak oleh pihak orang tua ataupun sang gadis dengan berbagai alasan.
Akhirnya pada suatu pagi, ia menumpahkan kegalauan tersebut kepada sahabat yang dekat dengan Rasulullah.
“Coba engkau temui langsung Baginda Nabi, semoga engkau mendapatkan jalan keluar yang terbaik bagimu”, nasihat mereka.
Zulebid kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi.
Sambil tersenyum beliau berkata:
“Maukah engkau saya nikahkan dengan putri si Fulan?”
“Seandainya itu adalah saran darimu, saya terima. Ya Rasulullah, putri
si Fulan itu terkenal akan kecantikan dan kesholihannya, dan hingga kini
ayahnya selalu menolak lamaran dari siapapun.
“Katakanlah aku yang mengutusmu”, sahut Baginda Nabi.
“Baiklah ya Rasul”, dan Zulebid segera bergegas bersiap dan pergi ke rumah si Fulan.
Sesampai di rumah Fulan, Zulebid disambut sendiri oleh Fulan
“Ada keperluan apakah hingga saudara datang ke rumah saya?” Tanya Fulan.
“Rasulullah saw yang mengutus saya ke sini, saya hendak meminang putrimu si A.” Jawab Zulebid sedikit gugup.
“Wahai anak muda, tunggulah sebentar, akan saya tanyakan dulu kepada putriku.”
Fulan menemui putrinya dan bertanya, “bagaimana pendapatmu wahai putriku?”
Jawab putrinya, “Ayah, jika memang ia datang karena diutus oleh
Rasulullah saw, maka terimalah lamarannya, dan aku akan ikhlas menjadi
istrinya.”
Akhirnya pagi itu juga, pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulebid kemudian memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil memandangi wajah istrinya, ia berkata,” duhai Anda yang di
wajahnya terlukiskan kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan
selama ini? Bahagiakah engkau dengan memilihku menjadi suamimu?”
Jawab istrinya, ” Engkau adalah lelaki pilihan rasul yang datang
meminangku. Tentu Allah telah menakdirkan yang terbaik darimu untukku.
Tak ada kebahagiaan selain menanti tibanya malam yang dinantikan para
pengantin.”
Zulebid tersenyum. Dipandanginya wajah indah itu ketika kemudian
terdengar pintu rumah diketuk. Segera ia bangkit dan membuka pintu.
Seorang laki-laki mengabarkan bahwa ada panggilan untuk berkumpul di
masjid, panggilan berjihad dalam perang.
Zulebid masuk kembali ke rumah dan menemui istrinya.
“Duhai istriku yang senyumannya menancap hingga ke relung batinku,
demikian besar tumbuhnya cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk
berjihad melebihi semua kecintaanku itu. Aku mohon keridhoanmu sebelum
keberangkatanku ke medan perang. Kiranya Allah mengetahui semua arah
jalan hidup kita ini.”
Istrinya menyahut, “Pergilah suamiku, betapa besar pula bertumbuhnya
kecintaanku kepadamu, namun hak Yang Maha Adil lebih besar
kepemilikannya terhadapmu. Doa dan ridhoku menyertaimu”
Zulebid lalu bersiap dan bergabung bersama tentara muslim menuju ke
medan perang. Gagah berani ia mengayunkan pedangnya, berkelebat dan
berdesing hingga beberapa orang musuh pun tewas ditangannya. Ia
bertarung merangsek terus maju sambil senantiasa mengumandangkan kalimat
Tauhi…ketika sebuah anak panah dari arah depan tak sempat dihindarinya.
Menancap tepat di dadanya. Zulebid terjatuh, berusaha menghindari anak
panah lainnya yang berseliweran di udara. Ia merasa dadanya mulai sesak,
nafasnya tak beraturan, pedangnya pun mulai terkulai terlepas dari
tangannya.
Sambil bersandar di antara tumpukan korban, ia merasa panggilan Allah
sudah begitu dekat. Terbayang wajah kedua orangtuanya yang begitu
dikasihinya. Teringat akan masa kecilnya bersama-sama saudaranya.
Berlari-larian bersama teman sepermainannya.
Berganti bayangan wajah Rasulullah yang begitu dihormati, dijunjung dan
dikaguminya. Hingga akhirnya bayangan rupawan istrinya. Istrinya yang
baru dinikahinya pagi tadi. Senyum yang begitu manis menyertainya
tatkala ia berpamitan. Wajah cantik itu demikian sejuk memandangnya
sambil mendoakannya. Detik demi detik, syahadat pun terucapkan dari
bibir Zulebid. Perlahan-lahan matanya mulai memejam, senyum menghiasinya
… Zulebid pergi menghadap Ilahi, gugur sebagai syuhada.
Rasulullah dan para sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur dalam
perang. Di antara para mujahid tersebut terdapatlah tubuh Zulebid yang
tengah bersandar di tumpukan mayat musuh.
Akhirnya dikuburkanlah jenazah zulebid di suatu tempat. Berdampingan dengan para syuhada lain.
Tanpa dimandikan …
Tanpa dikafankan …
Tanah terakhir ditutupkan ke atas makam Zulebid.
Rasulullah terpekur di samping pusara tersebut.
Para sahabat terdiam membisu.
Sejenak kemudian terdengar suara Rasulullah seperti menahan isak tangis. Air mata berlinang di dari pelupuk mata beliau
Lalu beberapa waktu kemudian beliau seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum.
Wajah beliau berubah menjadi cerah. Belum hilang keheranan shahabat,
tiba-tiba Rasulullah menolehkan pandangannya ke samping seraya
menutupkan tangan menghalangi arah pandangan mata beliau.
Akhirnya keadaan kembali seperti semula ..
Para shahabat lalu bertanya-tanya, ada apa dengan Rasulullah.
“Wahai Rasulullah, mengapa di pusara Zulebid engkau menangis?”
Jawab Rasul, “Aku menangis karena mengingat Zulebid. Oo ..
-Zulebid, pagi tadi engaku datang kepadaku minta restuku untuk menikah
dan engkau pun menikah hari ini juga. Ini hari bahagia.Seharusnya saat
ini Engkau sedang menantikan malam Zafaf, malam yang ditunggu oleh para
pengantin.”
“Lalu mengapa kemudian Engkau menengadah dan tersenyum?” Tanya sahabat lagi.
” Aku menengadah karena kulihat beberapa bidadari turun dari langit dan
udara menjadi wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang
hendak menjemput Zulebid,” Jawab Rasulullah.
“Dan lalu mengapa kemudian Engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?” Tanya mereka lagi.
“Aku mengalihkan pandangan menghindar karena sebelumnya kulihat, saking
banyaknya bidadari yang menjemput Zulebid, beberapa diantaranya berebut
memegangi tangan dan kaki Zulebid. Hingga dari salah satu gaun dari
bidadari tersebut ada yang sedikit tersingkap betisnya.”
Di rumah, istri Zulebid menanti sang suami yang tak kunjung kembali.
Ketika terdengar kabar suaminya telah menghadap sang ilahi Rabbi,
Pencipta segala Maha Karya.
Malam menjelang …
Terlelap ia, sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan dan nyata ..
Lamat-lamat ia seperti melihat Zulebid datang dari kejauhan .. Tersenyum, namun wajahnya menyiratkan kesedihan pula ..
Terdengar Zulebid berkata, “Istriku, aku baik-baik saja. Aku menunggumu
disini. Engkaulah bidadari sejatiku. Semua bidadari disini pabila aku
menyebut namamu akan menggumamkan cemburu padamu…. Dan kan kubiarkan
engkau yang tercantik di hatiku.”
Istri Zulebid, terdiam.
Matanya basah …
Ada sesuatu yang menggenang disana ..
Seperti tak lepas ia mengingat acara pernikahan tadi pagi ..
Dan bayangan suaminya yang baru saja hadir ..
Ia menggerakkan bibirnya ..
“Suamiku, aku mencintaimu …
Dan dengan semua ketentuan Allah ini bagi kita ..
Aku ikhlas …..”
Dan,..
Akan kemanakah kumbang terbang ..
Pada siapa rindu mendendam ..
Kekasih yang terkasih ..
Pencinta dan yang dicinta ..
Semua berurai air mata ..
Sedih, ataukah bahagia …..?
Wallahu a'lam bishshawab......
Bismillaah ...
Kata orang, “Sabar itu ada batasnya”, atau “Habis sudah kesabaranku!”, “Masak disuruh sabar terus??”.
Maka katakanlah,
“Dalam Islam, sabar itu tidak ada batasnya. Dan nasehat yg paling baik dan sangat berharga adalah nasehat utk bersabar.”
APA BUKTINYA BAHWA NASEHAT ‘BERSABAR’ ADALAH NASEHAT YG PALING BAIK DAN UTAMA??
BUKTINYA, BACA KISAH BERIKUT INI:
Ketika diutusnya Rasulullah untuk menyampaikan kebenaran dari Allah dan mengeluarkan manusia dari gelapnya kesesatan yang menyelubungi kehidupan mereka. Berita tentang datangnya Nabi baru itu tak lepas juga dari perhatian ‘Ammar bin Yasir. Kemudian dengan rasa penasaran ia mendatangi Rasulullah di rumah Arqom bin Arqom dan mendengarkan langsung wahyu yang diturunkan kepada beliau . Hatinya pun tertambat dan merasakan ketenangan yang tiada tara, yang menjadikan Allah membuka hatinya untuk memeluk Islam. Setelah membaca dua kalimat syahadat, ia langsung menemui ibunya, Sumayyah, dan menawarkan agama baru itu kepada ibunya. Gayung pun bersambut, hati wanita tua yang telah lama kosong itu pun disinari cahaya Ilahi. Tanpa keraguan sedikit pun, begitu juga suaminya, Yasir, yang juga bersegera menyambut ajakan putranya untuk memeluk Islam.
Maka bergabunglah keluarga yang bersahaja itu dalam bahtera Islam, yang pada masa itu para pengikutnya sangat terkekang dan disudutkan, terutama bagi mereka dari golongan rendah seperti keluarga Yasir.Mendengar berita keislaman keluarga Yasir, orang-orang musyrikin, terutama Bani Makhzum, menjadi murka dan berang. Bila sahabat Rasulullah yang lain, seperti Abu Bakar, terlindungi oleh kaumnya karena kedudukannya, maka keluarga Yasir dan Sumayyah setelah Bani Makhzum menabuhkan genderang perangnya terhadap Islam, tak ada lagi yang dapat melindungi mereka dari hinaan dan siksaan kaum kafir Quraisy. Hanya Allah-lah yang dapat melindungi mereka dari segalanya. Tidaklah seseorang dikatakan beriman kecuali setelah diuji dan diberi cobaan dalam agama dan kehidupan mereka. Jika mereka mampu bersabar maka mereka itulah orang-orang yang benar dan tulus keimanannya.
Itulah yang sekarang menimpa Sumayyah dan suaminya serta putranya. Orang-orang Quraisy tanpa rasa iba dan kasih sayang menyeret mereka di jalanan dan membawa mereka ke padang pasir di tengah terik matahari, dengan memakaikan baju besi kepada mereka untuk menambah penderitaan mereka. Setelah keringat mereka berhenti mengalir, tubuh mereka kering, dan darah mereka mulai bercucuran, mereka dipaksa untuk kembali murtad dari agama Islam dan dipaksa untuk menghina dan mencaci Rasulullah , dan memuji tuhan-tuhan mereka.
Namun hati-hati yang telah mendapatkan ketenangan dan kedamaian dari petunjuk Allah itu tak bergeming sedikit pun, walau disiksa dan dibunuh sekalipun. Panasnya matahari tak lagi mereka takuti, mereka lebih takut akan siksa api neraka yang berlipat-lipat lebih panas dari panasnya matahari di dunia.
Kejamnya para penyiksa tak juga mereka takuti, karena mereka lebih takut kepada Alloh yang maha pedih siksanya dan berkuasa atas segala sesuatu. Makin tubuh mereka disiksa makin bertambah keimanan dan penyerahan diri mereka kepada Allah.Rasulullah setiap kali melewati mereka,
beliau berkata:
“Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya yang dijanjikan bagi kalian adalah surga.”
Ya.. surga adalah sesuatu yang paling berharga. Sudah selayaknya sesuatu yang berharga dibayar mahal sesuai dengan nilainya, dan untuk mendapatkannya diperlukan kesabaran dan pengorbanan.Tubuh Yasir yang sudah renta tak mampu bertahan di bawah penyiksaan, hingga akhirnya ruhnya meninggalkan dunia yang fana ini menghadap Allah untuk mencari sesuatu yang kekal yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya.
Keadaan Sumayyah juga sangat menyedihkan. Siksaan demi siksaan ia hadapi dengan penuh kesabaran. Tak sedikit pun terbetik dalam hatinya untuk menyerah dan kembali kepada agamanya yang dulu setelah cahaya Islam menerangi relung hatinya. Abu Jahal yang melihat kekerasan hati wanita itu mendekatinya dan mengeluarkan kata-kata jorok serta menghina Sumayyah sepuasnya. Namun Sumayyah dengan tegas menjawab dengan jawaban yang membuat Abu Jahal berang dan merah mukanya. Dengan hati sangat mendongkol ia mengambil tombak dan menusukkannya ke arah kemaluan Sumayyah sehingga tembus sampai ke punggungnya. Maka berakhirlah siksaan yang diderita Sumayyah. Ia wafat dengan penuh keridhoan dan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Dengan itu, maka tercatatlah Sumayyah sebagai syahidah (wanita yang meninggal dalam keadaan syahid) pertama dalam Islam.
Suatu ketika, ‘Ammar berkata kepada Rasulullah :
“Wahai Rasulullah , siksaan yang kami derita rasanya sudah mencapai puncaknya.”
Maka Rasulullah berkata kepadanya: “Bersabarlah wahai Abal Yaqdhon. Ketahuilah, tidak satu pun keluarga Yasir yang akan disiksa dengan neraka.”
Dan ketika Abu Jahal terbunuh pada perang Badar, Rasulullah berkata kepada ‘Ammar bin Yasir: “Allah telah membinasakan orang yang telah membunuh ibumu.”Lihatlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah sebagai nasehatnya untuk keluarga Yasir??
Yaitu “Bersabar…” “Bersabar…” “Bersabar…” dan terus bersabar….Tidakkah kita melihat bahwa keluarga Yasir baru masuk Islam dan keimanannya masih lemah kala itu, ditambah lagi mereka harus menghadapi siksaan2 yg pedih oleh kaumnya, dan keluarga Yasir berharap ada yg mau membantu atau menolongnya. Lantas kenapa Rasulullah hanya memberikan nasehat “Sabar…sabar…dan sabar”? Itu membuktikan bahwa nasehat “Kesabaran” adalah nasehat yg paling baik dan sangat berharga sekali, namun kita tidak mengetahui akan hal itu. Orang2 yang tidak mengerti akan hakikat Sabar, ketika dinasehati untuk bersabar, maka banyak dari mereka yg marah dan tidak menerima nasehat tersebut, dengan berkata “Sabar itu ada batasnya”, atau “Habis sudah kesabaranku!”, “Masak disuruh sabar terus??”. Bagaimana halnya jika yg memberikan nasehat itu adalah Rasulullah?Itulah sebabnya, orang yang sabar pasti selalu disertai oleh Allâh Ta’âla.
“Dan bersabarlah, sesungguhnya Allâh beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al Anfal : 46)
Allah berfirman..
,وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
dan saling nasihat-menasihati untuk (menegakkan) yang haq, serta nasehat-menasehati untuk (berlaku) sabar.”
(QS. Al-’Ashr : 1-3)
“nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran”, yaitu mengerjakan ketaatan dan meninggalkan keharaman. “Dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”, yaitu bersabar menghadapi musibah, taqdir, dan gangguan orang-orang yang menentang amar ma’ruf nahi munkar.
(Tafsir Al Quranul ‘Azhim, Ibnu Katsir)
Subhanallaah .. Alhamdulillaah .. Allahu Akbar
Ada kisah dimana Aisyah RA agak cemburu setelah melihat wanita tua
yang mendatang Rasulullah SAW dan dilayani dengan sangat baik, melihat
kejadian itu Aisyah RA datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata,
“Wahai Rasulullah, seperti inikah engkau menyambut dan memuliakan
seorang wanita tua? Istimewa sekali.”
Rasulullah menimpali, “Ya, dahulu nenek itu selalu mengunjungi kami
ketika Khadijah masih hidup. Sesungguhnya melestarikan persahabatan
adalah bagian dari iman.”
Setelah kejadian itu, Aisyah mengatakan, “Tak seorang pun dari
istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam ketimbang Khadijah.
Meskipun aku belum pernah melihatnya, namun Rasulullah SAW seringkali
menyebutnya. Pernah suatu kali beliau menyembelih kambing lalu
memotong-motong dagingnya dan membagikannya kepada sahabat-sahabat karib
Khadijah.”
Jika hal tersebut disampaikan Aisyah, Rasulullah SAW menanggapinya
dengan berkata, “Wahai Aisyah, begitulah kenyataannya. Sesungguhnya
darinyalah aku memperoleh anak.”
Pada kesempatan lainnya, Aisyah mengatakan, “Aku sangat cemburu
dengan Khadijah karena sering disebut Rasulullah SAW, sampai-sampai aku
berkata: Wahai Rasulullah, apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang
pipinya kemerah-merahan itu, sementara Allah SWT telah menggantikannya
dengan wanita yang lebih baik?”
Rasulullah SAW menjawab, “Demi Allah SWT, tak seorang wanita pun
lebih baik darinya. Ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku
saat manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam
menganiayaku, Allah SWT menganugerahkan anak kepadaku darinya.”
Itulah sepenggal kisah tentang kesetiaan hakiki, bukan kesetiaan
semu. Kesetiaan imani, bukan materi. Kesetiaan yang dilandaskan rasa
cinta kepada Allah SWT, bukan cinta nafsu syaithani. Kesetiaan suami
kepada istri yang telah lama mengarungi rumah tangga dalam segala suka
dan duka.
Kecantikan Aisyah tidak membuat Rasulullah SAW untuk melupakan jasa
baik dan pengorbanan Khadijah, betapa pun usianya yang lebih tua.
Kesetiaan inilah yang membuat cendikiawan muslim Nahzmi Luqa mengatakan,
“Ternyata kecemburuan Aisyah tidak mampu melunturkan kesetiaan Nabi
kepada Khadijah, kesetiaan yang harus diteladani para pasangan suami
istri.“