Geert Groot Koerkamp
09-08-2008
Pesawat-pesawat tempur Rusia menggempur basis-basis militer Georgia. Serangan terhadap stasiun televisi di kota Gori mengenai kawasan perumahan. Di Tbilisi ibu kota Georgia, gedung-gedung instansi pemerintah di-evakuasi, setelah menyebar desas-desus mengenai serangan udara. Apa yang semula berawal dari konflik etnik berskala kecil berkembang menjadi perang antara Rusia dan Georgia.
Sejak Kamis malam terus terdengar baku tembak di Ossesia selatan, propinsi yang membangkang di Georgia. Dengan serangan balasan, Georgia berhasil merebut kembali bagian terbesar kawasan yang awal dasawarsa 90-an secara sepihak memisahkan diri. Menurut Georgia mereka juga kembali berhasil memulihkan keamanan di Tschinvali, ibu kota Ossesia selatan. Tapi setelah tentara Rusia hari Jum'at masuk ke Tschinvali, aparat keamanan Ossesia selatan kembali berhasil merebut kembali wilayah yang dikuasai tentara Georgia. Dan hari Sabtu tentara Rusia berhasil "membebaskan" Tschinvali dari pasukan Georgia.
Pasukan dan tank Rusia
Presiden Rusia Dmitri Medvedev mengirim pasukan dan kendaraan lapis baja untuk melindungi warga Rusia "dimanapun mereka berada". Mayoritas warga Ossesia selatan memiliki paspor Rusia. Medvedev naik pitam karena Georgia menembaki pasukan perdamaian Rusia yang sejak dasawarsa 90-an ditempatkan di Ossesia selatan untuk memelihara keamanan dan ketertiban. 15 tentara Rusia diberitakan tewas. Georgia membantah dengan senjaga menembak pasukan perdamaian Rusia.
Tidak ada informasi yang bisa dipercaya
Kerusakan di Tschinvali dan desa-desa sekitarnya, luar biasa. Banyak rumah rusak berat dan terbakar. Berapa jumlah korban, tidak ada yang tahu karena tidak ada informasi yang bisa dipercaya. Menurut para pemimpin Ossesia selatan dan Rusia, korban diantara penduduk sipil berkisar antara 1400 sampai 1600 orang. Data tersebut tidak bisa dikonfirmasi. Di pihak Rusia di perbatasan dibangun tempat-tempat penampungan untuk para pengungsi dari Ossesia selatan. Untuk sampai disana mereka harus melalui daerah pegunungan yang terjal. Menurut Rusia, iring-iringan pengungsi ditembaki oleh tentara Georgia.
Cemas Situasi Meruncing
Banyak negara dan organisasi internasional cemas, situasi akan semakin meruncing. Mereka mengimbau semua pihak yang bertikai untuk segera meletakan senjata dan mulai berunding. Tapi baik Rusia maupun Georgia saling menuding. Menurut presiden Georgia Mikhail Saakasjvili, gencatan senjata yang pernah ia tawarkan masih tetap berlaku bagi "siapa saja yang mau mematuhinya". Sikap Saakasjvili mendapat banyak dukungan di Georgia. Pihak oposisi untuk sementara tidak menggubris beda pendapat dengan presiden dan sebaliknya mereka secara massal berdiri di belakang Saakasjvili.
Sejauh ini, Amerika Serikat belum menentukanl sikap. Washington mengimbau gencatan senjata dan menlu Condoleeza Rice meminta kepada Rusia agar menarik mundur tentaranya dari Georgia. Washington adalah sekutu penting Georgia. Amerika ingin menjaga perdamaian di kawasan yang strategis bagi pipa minyak dari laut Kaspia ke Eropa.
Kembali ke awal mula
Kekhawatiran situasi akan menyebar ke wilayah lain, masuk akal. Misalnya ke Abchazia, juga sebuah kawasan di Georgia yang secara sepihak memisahkan diri. Kedatangan para sukarelawan dari wilayah Kaukasus di utara untuk ikut bertempur dengan saudara-saudara mereka di Ossesia selatan, bisa menimbulkan dampak yang tidak terduga.
Akibat pecahnya perang, situasi di Ossesia selatan kembali ke awal mula. 16 tahun setelah berakhirnya perang saudara yang membuahkan kemerdekaan de facto bagi Ossesia selatan, luka lama belum masih saja belum sembuh. Darah kembali mengalir dan bagi banyak warga Ossesia apapun yang terjadi, mereka tidak mau lagi menjadi bagian dari Georgia. Janji presiden Saakasjvili untuk memperluas otonomi bagi Ossesia selatan didalam kesatuan Georgia, tidak lagi digubris oleh banyak warga Ossesia.
Sejarah
Awal dasawarsa 90-an Ossesia selatan mengumumkan pemisahan diri dari Georgia. Menyusul pertempuran. Di tahun 1992, Georgia dan Ossesia selatan mencapai kesepakatan untuk membentuk pasukan perdamaian yang terdiri dari tentara Rusia, Ossesia dan Georgia. Tahun 2006 dilangsungkan referendum bagi kedaulatan Ossesia selatan. Mayoritas warga Ossesia selatan memilih kemerdekaan, namun referendum tersebut tidak diakui oleh Georgia maupun dunia internasional. Ossesia selatan terus mencari pendekatan dengan Ossesia utara yang merupakan sebuah republik yang otonomi didalam kesatuan Rusia.
0 komentar