Jaman
 sekarang gampang banget ketemu sama orang yang lagi pacaran. Di jalan, 
mal, kampus, di mana-mana. Apalagi sekarang kan ada acara TV yang 
nyomblang-in orang sampai ke pengeksposean pernyataan cinta segala.
Sebetulnya apa sih pacaran itu? Biasanya kalau ada 
cowok dan cewek saling suka, salah satunya nyatain dan yang lainnya 
terima, itu berarti udah pacaran. Buat sebagian orang pacaran itu isinya
 jalan berdua, makan, nonton, curhat-curhatan. Pokoknya just for fun 
lah! Ada juga orang-orang tujuannya untuk lebih mengenal sebelum 
pernikahan.
Sebagai umat Islam kita perlu lho mengkritisi apakah 
“praktek pacaran” yang banyak dilakukan orang ini sesuai atau tidak 
dengan aturan-aturan dalam Islam.
Pertama, orang kalo lagi pacaran 
maunya berdua terus. Ah yang bener, iya apa iya. Beberapa hari enggak 
ditelpon udah resah, seharian enggak di sms udah kangen. Begitu ketemu 
pengen memandang wajahnya terus, wah pokoknya dunia serasa 
berbunga-bunga. Apalagi kalau pakai acara mojok berdua, di tempat sepi 
mesra-mesraan. Waduh, hati-hati deh, soalnya Rasulullah SAW bersabda, “ 
Tiada bersepi-sepian seorang lelaki dan perempuan, melainkan syetan 
merupakan orang ketiga diantara mereka.”
Kedua, kalau lagi pacaran rasanya 
seperti dimabuk cinta. Lupa yang lainnya. Dunia serasa milik berdua yang
 lainnya ngontrak. Hati-hati juga nih, nanti kita bisa lupa sama tujuan 
Allah menciptakan kita (manusia). FirmanNya, “ Dan tidak Kuciptakan jin 
dan manusia, kecuali untuk beribadah kepadaKu.” (QS 51:56)
Ketiga, bukan rahasia lagi kalau di 
jaman serba permisif ini seks udah jadi bumbu penyedap dalam pacaran. 
Majalah Kosmopolitan juga mengadakan riset di lima universitas terbesar 
di Jakarta, dan ternyata dari yang mengaku pernah melakukan aktivitas 
seksual, sebanyak 67,1% pertama kali melakukan dengan pacarnya.
Memang banyak orang pacaran awalnya enggak menjurus 
ke sana. Tapi gara-gara sering berdua, ada kesempatan, dan diem-diem 
syetan udah ngerubung, yah terjadilah. Pertama pegang tangan, terus 
rangkul pundak, terus cium pipi, terus…..terus…..wah bisa kebablasan 
deh. Jangan salah lho, agama kita melindungi kita dengan melarang 
melakukan perbuatan-perbuatan itu. FirmanNya, “Dan janganlah kamu 
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu pekerjaan yang keji 
dan suatu jalan yang buruk.” (QS 15:32) Ternyata Al Quran udah melakukan
 tindakan preventif dengan melarang mendekatinya, bukan melarang 
melakukannya. Rasulullah SAW juga bersabda, “Seandainya kamu ditusuk 
dengan jarum besi, maka itu lebih baik bagimu daripada menyentuh 
perempuan yang tidak halal bagimu.” Jadi pegang-pegangan tangan juga 
mesti dihindari tuh.
Keempat, ternyata pacaran bukan 
jaminan akan berlanjut ke jenjang perkawinan. Banyak orang di sekitar 
kita yang sudah bertahun-tahun pacaran ternyata kandas di tengah jalan. 
Pacaran pun tidak menjadikan kita tahu segalanya tentang si dia. Banyak 
yang sikapnya berubah setelah menikah.
Kalaulah kini kita tahu praktek pacaran nggak menjadi
 suatu jaminan bahkan banyak melanggar aturan Allah dan tidak mendapat 
ridhoNya, masihkah kita yang mengaku hambaNya, yang menginginkan 
surgaNya, yang takut akan nerakaNya, masih melakukannya? Tapi kalau 
bukan dengan pacaran, gimana caranya ketemu jodoh? Jaman sekarang kan 
kita enggak bisa gampang percaya sama orang, jadi perlu ada penjajagan. 
Islam punya solusi yang mantap dan OK dalam memilih jodoh. Istilahnya 
ngetop dengan nama Ta’aruf, artinya perkenalan.
Pertama, ta’aruf itu sebenarnya 
hanya untuk penjajagan sebelum menikah. Jadi kalau salah satu atau 
keduanya nggak merasa sreg bisa menyudahi ta’arufnya. Ini lebih baik 
daripada orang yang pacaran lalu putus. Biasanya orang yang pacaran 
hatinya sudah bertaut sehingga kalau tidak cocok sulit putus dan terasa 
menyakitkan. Tapi ta’aruf, yang Insya Allah niatnya untuk menikah 
Lillahi Ta’ala, kalau tidak cocok bertawakal saja, mungkin memang bukan 
jodoh. Tidak ada pihak yang dirugikan maupun merugikan.
Kedua, ta’aruf itu lebih fair. Masa 
penjajakan diisi dengan saling tukar informasi mengenai diri 
masing-masing baik kebaikan maupun keburukannya. Bahkan kalau kita 
tidurnya sering ngorok, misalnya, sebaiknya diberitahukan kepada calon 
kita agar tidak menimbukan kekecewaan di kemudian hari. Begitu pula 
dengan kekurangan-kekurangan lainnya, seperti mengidap penyakit 
tertentu, enggak bisa masak, atau yang lainnya. Informasi bukan cuma 
dari si calon langsung, tapi juga dari orang-orang yang mengenalnya 
(sahabat, guru ngaji, orang tua si calon). Jadi si calon enggak bisa 
ngaku-ngaku dirinya baik. Ini berbeda dengan orang pacaran yang biasanya
 semu dan penuh kepura-puraan. Yang perempuan akan dandan habis-habisan 
dan malu-malu (sampai makan pun jadi sedikit gara-gara takut dibilang 
rakus). Yang laki-laki biarpun lagi bokek tetap berlagak kaya traktir 
ini itu (padahal dapet duit dari minjem temen atau hasil ngerengek ke 
ortu tuh).
Ketiga, dengan ta’aruf kita bisa 
berusaha mengenal calon dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya 
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Hal ini bisa terjadi karena kedua
 belah pihak telah siap menikah dan siap membuka diri baik kelebihan 
maupun kekurangan. Ini kan penghematan waktu yang besar. Coba bandingkan
 dengan orang pacaran yang sudah lama pacarannya sering tetap merasa 
belum bisa mengenal pasangannya. Bukankah sia-sia belaka?
Keempat, melalui ta’aruf kita boleh 
mengajukan kriteria calon yang kita inginkan. Kalau ada hal-hal yang 
cocok Alhamdulillah tapi kalau ada yang kurang sreg bisa dipertimbangan 
dengan memakai hati dan pikiran yang sehat. Keputusan akhir pun tetap 
berdasarkan dialog dengan Allah melalui sholat istikharah. Berbeda 
dengan orang yang mabuk cinta dan pacaran. Kadang hal buruk pada 
pacarnya, misalnya pacarnya suka memukul, suka mabuk, tapi tetap bisa 
menerima padahal hati kecilnya tidak menyukainya. Tapi karena cinta 
(atau sebenarnya nafsu) terpaksa menerimanya.
Kelima,
 kalau memang ada kecocokan, biasanya jangka waktu ta’aruf ke khitbah 
(lamaran) dan ke akad nikah tidak terlalu lama. Ini bisa menghindarkan 
kita dari berbagai macam zina termasuk zina hati. Selain itu tidak ada 
perasaan “digantung” pada pihak perempuan. Karena semuanya sudah jelas 
tujuannya adalah untuk memenuhi sunah Rasulullah yaitu menikah
.
Keenam, dalam ta’aruf tetap dijaga 
adab berhubungan antara laki-laki dan perempuan. Biasanya ada pihak 
ketiga yang memperkenalkan. Jadi kemungkinan berkhalwat (berdua-duaan) 
kecil yang artinya kita terhindar dari zina.
Nah ternyata ta’aruf banyak kelebihannya dibanding 
pacaran dan Insya Allah diridhoi Allah. Jadi, sahabat……..kita mau 
mencari kebahagian dunia akhirat dan menggapai ridhoNya atau mencari 
kesulitan, mencoba-coba melanggar dan mendapat murkaNya?
 
												
0 komentar